fPtFh9MOYDYCIXsMqZnULjYeLRvmL6GtPeki3xPR

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pengikut

Puncak Merpati Kujejaki Bersama Sahabat Sejati



Setelah kegalauan hati di cadas Gunung Marapi, baca di sini.

Gue memantapkan hati dan tekad untuk terus melangkah maju.
Menyusuri setiap jalan bebatuan menuju puncak.
Berat? Tentu.
Sulit? Sangat.
Tapi dibelakang, semua teman-teman pendakian tidak berhenti untuk menyemangati.
Kadang diingatkan untuk istirahat, mengambil jeda sesaat.
Sesekali gue melihat ke belakang. Jalan yang telah dilalui dengan seluruh kekuatan hati.
Waktu itu udah hampir senja. Dan pemandangan dari lereng gunung adalah hal yang membuat gue tidak berhenti merasa kecil sebagai seorang manusia. Juga bersyukur tentunya. Gue menguatkan hati dan kaki. Puncak sebentar lagi.

Dan tepat pukul setengah enam sore.
Gue, Magdalena Amelia Anur Septawati Waruwu.
Yang dari dulu cuma bisa mimpi-mimpi doang ada di puncak tertinggi.
Ada di sini.
Di Tugu Abel.
Di atas Gunung Marapi.
Air mata gue turun.
Gue menangis.


Foto ini diambil abis mewek, kalo di zoom keliatan kali tu sisa-sisa air matanya huhuu

Waktu sampai di Tugu Abel, gue kepisah sama 3 anak Batam yang lain. Mereka masih jalan di cadas. Setelah habis drama terharunya, gue pun kembali menjadi netizen kekinian yang noraque. SAATNYA FOTO-FOTO!

Itu Singgalang.
Dari bawah ampe atas pemandangan Singgalang ga ada habisnya.


TUGU ABEL


menjemput swastamita :3

Walau lelah tetap berusaha #selfie


Senja di Tugu Abel

Udara di atas sini semakin dingin dan menusuk. Angin juga bertiup kencang. Karena itu gue langsung diarahkan untuk ke tenda. Dari Tugu Abel ke tenda itu kira 15 menitan jaraknya. Dan malam ini cuma tim kita doang yang diriin tenda di sini. Tempatnya bener-bener luas kaya lapangan bola. Dari kejauhan bulan purnama malu-malu menampakkan dirinya.

tenda kami :3

Hari mulai gelap. Tapi belum satupun temen-temen gue yang dari Batam keliatan. Setiap ada yang naik gue ga berhenti nanyain "yang lain mana?". Karena mengingat jalur di lereng gunung lumayan berbahaya apalagi kalau dilewatin malam hari, pasti mereka bakal kerepotan kalau gelap-gelapan di sana.

Sekitar jam 7 atau setengah delapan malam, temen-temen gue sampe. Dengan kondisi salah satu dari mereka udah menggigil parah kedinginan sambil menangis. Di tenda dia pun langsung dihangatkan. Selimut, air panas, pelukan dia adalah hal-hal yang sangat berharga di atas sini. Tenda yang ada bahkan ampe bergoyang-goyang saking kencangnya angin. Kalau biasanya di Batam abis diriin tenda bakal ada api unggun, di sini engga. Malah gaboleh ada api unggun karena punya potensi buat tenda kebakaran. Jadilah kami mendem aja di dalam tenda. Beberapa kali sahabat gue yang kedinginan ini pengen tidur dan selalu di larang. Katanya kalau udah gejala hipo emang ga boleh tidur.

Tenda terakhir yaitu tenda kami pun berdiri, karena tadi sebelumnya kami numpang di tenda orang hahahaa. Karena tau diri kami pun pindah. Tapi ada yang salah. Carrier gue dan salah satu temen belum sampe ke atas. Karena orang-orang yang bawain tas kita emang yang terakhir sampai di cadas. Gue masih mencoba berpikir positif "mungkin sebentar lagi mereka bakal sampe". Baik...

Jam delapan malam...
Udara semakin dingin dan angin juga semakin kencang.
Padahal langitnya cerah banget. Bulan bersinar terang. Purnama.
Dan saat-saat yang lumayan menakutkan dalam hidup pun gue rasain.

Jadi pas udah di tenda kita langsung atur posisi biar bisa tidur dengan nyaman karna gatau mau ngapain juga. Gue yang ga pake jaket minjem jaket orang (secara tas gue ampe jam segini masih belum juga sampe di atas). Baju yang gue pake pun cuma satu lapis dan itu basah karna keringet. Entah kenapa gue ga inisiatif buat minjem baju kering dan malah terus pake baju itu. Gue pun ketiduran. Dan ini sumber masalahnya.

Dengan kondisi baju basah, udara yang dingin, dan kondisi "lainnya". Gue menggigil dalam tidur. Awalnya gue kira ini cuma kedinginan biasa. Dan tertidurlah gue.

Tiba-tiba pas gue kebangun dengan keadaan yang udah ga karuan lagi gimana menggigilnya, sebelah kanan dan belakang udah dipeluk sama temen-temen gue. Kaos kaki gue juga udah dilepas dan telapak kaki udah di gosok-gosok ama temen yang lainnya. Telapak tangan juga ga luput. Mereka berusaha keras buat gue sadar sepenuhnya. Dalam kepala pikiran udah aneh-aneh. Apa iya ini saat terakhir gue idup? Orangtua gue gimana entar? Mimpi gue masih banyak. Silih berganti pikiran yang ada waktu itu. Badan kaku dan ga bisa digerakin. Bahkan waktu tangan gue dideketin ke api pun sama sekali ga terasa panas. Dan gue ampe menangis tersedu-sedu, entah kenapa -_-

Tapi kayanya Tuhan masih sayang gue yah. Saat-saat kritis itupun lewat. Gue mulai normal. Napas mulai teratur. Menggigil juga udah mulai kurang. Temen-temen lain mulai lega. Jaket gue udah diganti dengan yang lebih tebal. Udah pake sarung tangan hasil pinjeman. Kaos kaki juga udah dipasang lagi. Udah diselimutin juga ama sleeping bag yang lagi-lagi hasil pinjeman. Karena tas ga sampe juga, sungguh merasa miskin dan merepotkan orang lain :(


sumber kehangatan yang HQQ 


Tadi awalnya temen gue. Sekarang gue. Temen-temen yang udah sering naik ke Marapi pun mengutus dua orang buat berjaga-jaga di dalam tenda kita. Kalau-kalau nanti gue atau temen gue kumat lagi. Jadilah akhirnya kita tidur berenam di tenda. Dan waktu terasa berputar sangaaaaaattttt lama. Setiap kebangun liat jam masih jam 10, masih jam setengah 11, jam 11. Rusak kayanya jam gue. Sampai salah satu anak yang di tenda kita nyeletuk "di gunung waktu kerasa lama kak, nikmati aja".

Baik. Baik. Baik.

Menjelang tengah malam atau lewat tengah malam gue lupa karna frustasi liat jam yang lama geraknya, dari tenda sebelah mengalun ayat-ayat suci Alquran. Tentu saja kita semua tau ada sesuatu yang tidak benar. Tapi sebelum naik gunung, pas lagi di pos registrasi pendaki, kami udah diperingatkan. Apapun yang dilihat, dengar, dan rasakan jangan omongin di sini. Nanti pas turun ke bawah. Kami pun cuma bisa diam seribu bahasa. Sungguh malam yang mencekam :((

Jam 3 subuh gue bangun. Udah ga bisa tidur lagi. Gue memutuskan untuk melihat-lihat keadaan sekitar karna di luar udah mulai rame. Udah ada yang gitaran, ada yang masak-masak, ada yang teriak" minta ditemenin pipis hahaaa. Pas gue buka tenda, pemandangan langit di atas sana indaaaaaahhhhh banget. Banyak bintang. Tapi ga keliatan milkyway karna bulannya terang banget kaya lampu neon 100 watt.

Kenapa anak-anak sebagian besar udah pada bangun?
Karena kita semua berencana mengejar sunrise di Puncak Merpati. Gue pun dengan semangat pengen ikut walau tadi malam udah nyusahin banyak orang. Yah namanya juga usaha kak :((

Semakin mendekati subuh semakin banyak yang bangun dan bersiap-siap. Temen gue yang tadi malam kedinginan juga udah bangun. Gue pun ngajak dia ikut. Dan ditolak. CEDI AKUTU :(
Katanya dia ngerasa fisiknya ga kuat karna udahlah dingin ternyata dia baru datang bulan kemarin sore.

Dan pagi ini jugalah gue menyadari bahwa tamu bulanan gue tiba. Di gunung. Iya.

DI GUNUNG. HARI PERTAMA DATANG BULAN DI GUNUNG.

BAIKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK....

Mau nangis sebenernya.
Karena dari semua riset yang gue lakukan sebelum naik gunung, datang bulan di gunung adalah hal yang sangat tidak baik. Pertama kondisi fisik jelas jauh di bawah orang yang sedang fit, ke dua rentan diganggu oleh "yang lain", ke tiga kebersihan juga sulit dijaga karna tau sendiri gunung susah air pfftttt.

Tapi gue menguatkan hati.
Udah sampai di sini, gue harus sampai di puncak Merpati.
HARUS!!!

Jam setengah enam pagi...

Semua udah bersiap-siap. Temen gue yang tadinya menolak ikut akhirnya ikut juga setelah disupport sama temen-temen yang lain. Dan emang sayang sih udah sampai di sini ga menjejakkan kenangan di Puncak Merpati.

Kitapun serombongan berangkat.
Dalam kabut.
Dalam gelap.
Meraba-raba pijakan dan pandangan.
Mencari matahari pagi.
Jalan yang dilalui bukannya mudah juga.
Batu-batu yang diinjak semakin besar. Badan juga kembali menggigil. Perjalanan menghabiskan waktu kira-kira 30-45 menit.
Dengan langkah yang tertatih. Dengan pengharapan yang berlebih. Dengan teman-teman yang terkasih.
Tepat jam 6.10, gue dan sahabat sejati, menjejakkan kaki di Puncak Merpati.

Ada rasa haru saat kembali melihat foto ini
Di belakang sana, matahari sedang malu-malu keluar dari peraduannya
Dan kami di sini juga sedang mengharu-biru
Menyaksikan sang mentari dan keagungannya yang memburu rindu


Rombongan tercintaaaaa yang ga pernah berhenti nolongin dalam situasi apapun

merindukan Banditku :3
"kapan up di sini ramean gais?"


memeluk arunika

TER-LUV!

Setelah matahari sempurna keluar dari peraduannya dan menyinari seluruh semesta, kami melangkah turun. Ada haru, terutama oleh kami bertiga, yang kami peluk erat di dalam hati masing-masing. Tidak mudah ada di puncak. Namun semua akan menjadi mungkin saat melangkah bersama orang-orang yang tepat. Dari Puncak Merpati kami melihat sebagian kecil keindahan kota Sumatera Barat. Ada Danau Singkarak yang terlihat kecil dari atas sini. Sedangkan di ujung sana ada Kerinci yang berdiri dengan pongahnya. Sesekali bau belerang menyengat penciuman menandakan gunung ini masih "bernafas".

Rasa dingin dan kekalutan yang baru saja kami lalui tadi malam menguap bersama embun pagi. Kami sibuk tertawa, mengabadikan momen, dan bersenda gurau di sepanjang jalan kembali ke tenda. Semakin siang semakin ramai orang-orang yang naik ke Puncak Merpati. 

Kami masih di sini sampai makan siang. Dan kira-kira pukul 1 siang, kami bersiap untuk turun. Terimakasih Marapi. Terimakasih Puncak Merpati. Terimakasih 2891 mdpl. Sekali lagi terima kasih.



"Karena bukan sebuah kebanggaan bisa mencapai yang tertinggi, bangga itu ketika di bawahmu bisa kau bawa tinggi bersama"
-Pendaki Cupu Sumbar-

-----

Di cadas gue ketemu sama 2 orang yang bawa tas gue dan temen. Pas ditanya kenapa mereka ga naik, mereka bilang udah gelap dan ga ada senter. Padahal di tas kita ada senter dan banyak makanan. Tapi salut buat mereka. Tas gue masih utuh seperti kemarin. Bahkan air minum tidak berkurang sama sekali. Hebat ya carrier aja dijaga apalagi adek :))

Perjalanan turun punya cerita yang tidak kalah menarik.
Saat mendaki sakit.
Turunnya? DUA KALI LIPAT LEBIH SAKIT!
Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya? LEWAT!
Ditinggal nikah pas udah pacaran lama? Nggg.... gatau rasanya gimana kak :((
Yah intinya susah juga jalur turunnya.
Mana Dilan manaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?!?

Di jalan pulang lagi lagi gue kumat. Nyusahin ga abis-abis emang :(
Kayanya abis ini anak-anak Sumbar kapok naik gunung kalo ada gue huaaaaaaaaaaa :((

Tiba-tiba badan gue menggigil lagi sampe kaku dan susah digerakin. Salah satu anak Sumbar akhirnya menyeret gue turun. Ini beneran diseret loh soalnya kalo dibiarin lama-lama diem di satu tempat, gue bakalan makin parah. Perjalanan ke bawah masih jauh. Beruntung di tengah jalan kami dipertemukan dengan tenda yang berdiri deket deket jalur pendakian. Langsung temen gue minjem kompor.

PUJA KOMPOR AJAIB \o/

Emang yah kalau di gunung itu ada aja orang baiknya. Tenda yang kita datengin itu isinya cowok, bertiga, kerja di Pekanbaru. Dan pas tau kita lagi butuh pertolongan mereka langsung suruh gue masuk tendanya, dikasih air hangat, digosok-gosok telapak tangan dan kakinya. Gue doain abang-abang itu enteng jodoh deh! *bacotyangnyusahin*

Kali ini ga berlangsung lama. Dua puluh menit kemudian gue pulih dan lumayan bisa ngerasain panasnya api. Biar ga terlalu lama berdiam diri kami melanjutkan perjalanan. Tidak lupa berterimakasih kepada abang-abang baik hati itu. Sayang lupa minta nomernya :( *ditimpuk

Gak lama  berjalan, hujan turun dengan derasnya.
ADA AJA DAH POKOKNYA!
Kami pun memutuskan berteduh dulu sesaat. Cukup lama hujan turun sekitar satu jam. Kegiatan kami diisi dengan bercanda dan bersenda gurau. Perjalanan 2 hari 2 malam membuat ikatan kekeluargaannya jadi lebih berasa.

Dan sampailah kami di BKSDA lagi.

Akhirnya.

LELAH ADEK BANG :((

Awalnya kami memutuskan untuk camping 1 malam lagi di sini.
Tapi dengan kondisi gue dan temen gue yang datang bulan kita minta langsung diungsikan ke hotel aja. Biar bisa istirahat dan tentu saja bisa dapat air bersih. Mereka setuju. Dan turunlah kita semua.

Di jalan turun sesekali gue melihat ke belakang.
Melihat kemegahan Gunung Marapi.

Sungguh tidak tau diri kalau gue mengatakan:

"GUE SUDAH MENAKLUKKAN GUNUNG MARAPI"

Itu adalah kalimat penuh keangkuhan. Gue tidak akan pernah mampu menaklukkan alam semegah itu. Gue cuma manusia. Yang bener adalah gue baru saja menaklukkan diri gue sendiri. Takluk kepada kesombongan. Takluk kepada harapan. Takluk kepada pelajaran. 

Marapi mengajarkan gue tentang banyak hal. Tentang mimpi, tentang harapan, tentang kesabaran, tentang persahabatan, dan tentang kebersamaan. Dan yang paling penting tentang pulang. Gue bisa pulang ke pelukan orang-orang yang selalu menanti gue setelah bertualang. 

Setelah semua kejadian yang gue alamin di atas sana. Apakah gue kapok untuk naik gunung?

Jawabannya: ENGGA!

Karena gue tidak akan pernah kalah dengan rasa takut. 

See you on (another) TOP!

Gn. Marapi, 2891 mdpl
Sumbar, 1 April 2018


Ucapan terimakasih:

* Kepada ketiga sahabatku yang bersama-sama sudah bermimpi dan menjejakkan kaki di Puncak Merpati : Pratiwi Eka Wardani dan Putri Wulansari. Serta tambahan rombongan adek Tiwi : Agie Prayoga yang dari naik sampai turun tetap keren wkwk :))

* Kepada anak-anak Sumbar yang udah repot menemani langkah kaki ini :
Bang Apis, Amak Donna, Angga, Dini, Bang Fery & Bang Teddy (yang baik hati bawain tas gue huaa), Bang Dayat, Fadli & Randi (yang selalu jadi penyelamat kala dingin menghampiri), Beni (yang buat pendakian kami jadi lebih berwarna karna ga berhenti ketawa), Edo (yang barangnya mau dijarah waktu di puncak), Martin (Tono yang bawain tas akak putri), Ryan (teman perjalanan menuju cadas), Bang Dani yang suaranya buat rindu, Bang Renaldi, Rehan, Bang Nto, Arni dan Fitri yang selalu bergandengan tangan, Refri aka refa yang buat kangen, Anggi, Kak Yurisa, dan teman-teman lain yang mungkin lupa namanya namun ada disetiap cerita.

I LOVE YOU ALL WITH NO DOUBT!!!

Ke mana kita abis ini? :3
Related Posts
AmeliaSepta - LIFESTYLE AND TRAVEL BLOGGER
(masih) wanita, gampang ketawa dan bahagia, punya kemampuan bisa tidur di mana aja apalagi dalam pelukan kamu, mimpinya banyak tapi paling pengen jadi ibu untuk anak-anak kamu. Full timer - Dreamer; Part timer - Worker

Related Posts

13 komentar

  1. Keren abis sis , next kerinci menunggu 😘😘

    BalasHapus
  2. Pengalaman yang gak akan terlupakan pastinya ya.. Siapa yang gak nangis merasakan keberhasilan dari getirnya perjuangan mendaki gunung... Kalo lihat pemandangannya terbayar sudah ya usaha buat sampe ke puncaknya gitu..

    BalasHapus
  3. Wah, seru banget ya. Sampai kerasa ikut dengan keseruan dan menggigilnya.

    BalasHapus
  4. Sempet ikut deg2an waktu baca bagian menggigil2nya. Mungkin Amel hipotermia karena tidur pakai jaket basah. Bagaimanapun skrg yang tersisa adalah kenangan indahnya yaaa.. Ikut bangga deh dengan pencapaian pribadi Amel. Congratz ya.. berhasil menaklukan puncak Marapi

    BalasHapus
  5. Masih lekat dalam ingatan, tahun 2001 selepas turun dari Kerinci lanjut mendaki Marapi. Naik hampir tengah malam berangkat sekitar jam 11 malam dan sampai puncak jam 5 subuh. Hujan cukup deras dan kondisi badan lagi haid. Tapi karena keyakinan dan kekuatan niat, Alhamdulillah aku dan seorang teman akhirnya selamat naik dan turun. Tak ada seorang pun yang kami temui di jalur pendakian.

    Seremnya, sepanjang jalan berasa ada yang terus mengawasi, karena aku orangnya kepoan (daripada penasaran terus kan) aku sorotin saja senter ke arah yang kelap-kelip kayak mata melotot di atas sana. Eh tahunya di pepohonan itu banyak jamur yang mengeluarkan cahaya kayak mata. Sambil baca-baca do'a sebisanya, fix, rasa takutku hilang. Haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi ingat film horror hollywood, udah tau rumah kosong, tapi saat masuk rumah itu tetap nanya, anybody home? 😂

      Hapus
  6. keren ya petualangan nya sampai di merapi

    salut deh sama kakak amel yang jadi duta batam dari dulu

    BalasHapus
  7. Wah keren.. aku kuliah di jogja aja blm pernah sampai sana haha

    BalasHapus
  8. itulah hebatnya anak anak gunung mel
    mereka luar biasa baiknya
    saya ga pernah daki gunung
    tapi berteman dengan anak anak yg biasa daki gunung
    solidaritas mereka luar biasa

    BalasHapus
  9. Naik gunung itu memang berat kakak... tapi kalau sudah sampai puncak rasanya memang bikin haru dan meneteskan air mata.. Gak nyangka ya, bisa sampai puncak... dan rasanya malas untuk turun... setelah itu cari tukang urut berkali-kali karena badan rasanya remuk redam.. hahaha (pengalaman pribadi saya loh ya)

    BalasHapus
  10. Jangan pernah pisah dengan barang-barang kita sendiri, akibatnya bisa fatal, mustinya perjalanan menyenangkan, berpakaian hangat dan masuk ke sleeping bag hangat, istirahat dengan nyaman. Apa nggak bisa share sleeping bag dg putri atau yg lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tas putri juga ketinggalan di bawah mba rin :))
      Kebetulan tas kita berdua pula itu yang ga naik ke summit pft
      pelajaran berhargaa :3

      Hapus