fPtFh9MOYDYCIXsMqZnULjYeLRvmL6GtPeki3xPR

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pengikut

Libatkan Keluarga Demi Cerdasnya Generasi Bangsa

sumber : Kemdikbud

"Duh si tante mah gak ngerti cuma sering liat anak-anak main game kaya gitu di komputer di rumah."

"Wah ada komputer gaming tan, di rumah?"

"Iya. Anak-anak mah sekarang harus terpantau. Dari pada aneh-aneh di luar sana, mending dikasih fasilitas di rumah aja."
---
Begitulah kira-kira percakapan di salah satu grup whatsApp milik saya. Sepenggal percakapan antara ibu-ibu yang sudah memiliki anak yang membuat pikiran saya melayang ke masa kecil beberapa tahun silam. Menghabiskan waktu dengan bermain bersama anak-anak seumuran tanpa tahu bermain internet ataupun game lainnya. Masa kecil yang menyenangkan dengan membangun komunikasi interaktif. Lalu saya juga teringat tentang salah satu konten iklan dari Thailand yang sangat menarik ketika sedang menjelajahi internet.

Sumber dari sini

Apakah kalian merasakan hal yang sama dengan saya saat melihat iklan ini?

Seorang anak yang masih berusia 5 tahun namun akan dibelikan gadget oleh orang tuanya. Karyawan toko tersebut menolak pembelian mereka dan menyarankan kepada pasangan suami istri tersebut sebaiknya lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak mereka dari pada si anak diberikan gadget dan nantinya akan "rusak" karena kecanduan bermain games atau internet. Jaman yang semakin berkembang dengan canggihnya ilmu tekhnologi ternyata tidak berjalan beriringan dengan pengawasan yang benar terhadap penggunaannya. Bahkan banyak sekali orang tua yang "memfasilitasi" bahkan membebaskan anak-anak mereka untuk sepuasnya bermain gadget atau internet. Akan banyak sekali yang hilang dari tumbuh kembang anak jika pola pembelajaran seperti ini yang diterapkan oleh keluarga-keluarga yang ada di Indonesia.

Menghubungkan percakapan antara ibu rumah tangga dan konten iklan di atas membuat saya merenungkan kembali tentang unsur terpenting dalam perkembangan pendidikan anak di era sekarang. Sebagai seorang calon ibu nantinya, saya harus menjadi lebih sadar bahwa keluarga adalah merupakan elemen terpenting untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan berkualitas. Keluarga adalah tempat memulai seluruh pengajaran tentang hidup.

Dulu sekali saat internet belum "segila" sekarang, orang tua dapat mendampingi anak-anak di saat belajar atau ketika sedang mempersiapkan Ujian Nasional. Namun semakin berkembangnya kemajuan tekhnologi membuat proses belajar-mengajar tidak hanya terpaku pada buku-buku pelajaran saja.

Mengacu kepada data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa sebanyak 34 juta pengguna internet di Indonesia adalah pelajar dan anak muda. Ini adalah angka yang cukup besar dan harus menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, khususnya para orang tua di dalam keluarga.

Keponakan saya yang masih duduk di Sekolah Dasar bahkan pernah meminta bantuan untuk mencarikan artikel di internet sebagai tugasnya. Bayangkan betapa internet sudah "merajai" dunia pendidikan kita. Kita tidak bisa menutup mata atau tidak peduli akan hal ini. Karena internet adalah pedang bermata dua. Banyak hal positif yang dapat kita temui saat menjelajah di sana, namun tidak jarang banyak juga kita menemukan konten negatif yang akan membawa terganggunya pola pikir anak sejak dini. Konten negatif inilah yang harus menjadi catatan bagi orang tua untuk meminimalisir dampak yang mungkin saja terjadi terhadap anak-anak.

Di sekeliling lingkungan tempat saya tinggal, masih banyak orang tua yang belum "melek" internet. Bahkan hanya beberapa saja dari mereka yang bisa menggunakan komputer. Ini membuat banyak sekali anak-anak mencari dan belajar sendiri di warnet (warung internet) atau gadget milik orang tuanya. Di sisi lain, beberapa orang tua yang sudah melek internet ternyata juga tidak memiliki otoritas mengatur anak-anaknya dalam menggunakan internet. Mereka membebaskan sepenuhnya kepada si anak untuk dapat mencari hal apapun di internet atau sosial media.

Tentu saja hal ini sangat disayangkan. Anak-anak memiliki pikiran kompleks dan selalu ingin tahu. Mereka dapat belajar dan menyimpan apapun dari yang mereka lihat juga dengar. Bayangkan jika saat mereka berselancar di dunia internet tanpa pengawasan, mereka dapat melihat konten apapun yang tersedia di sana. Apapun yang mereka lihat, dengar, dan rasakan dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan bersekolah dan bersosialisasi dengan manusia lainnya.

Dampak negatif lainnya dari lemahnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget dan internet adalah hubungan kekeluargaan yang tidak lagi terasa hangat. Orang tua sibuk dengan gadgetnya, begitu pula dengan anak. Masing-masing tidak lagi berkomunikasi secara interaktif, anak akan dengan cepat menutup diri, orang tua yang juga tidak peka dengan perubahan dengan anak, hingga saatnya ketika anak terlibat dalam masalah sosial atau sekolah, para orang tua akan kebingungan mengapa anaknya mengalami perubahan signifikan.

Inilah tantangan pendidikan yang harus kita perangi bersama. Keluarga merupakan ikatan terdekat dengan anak-anak sejak dini. Mereka akan belajar hal apapun dimulai dari rumah dan keluarga. Hal ini merupakan pondasi yang harus diperkuat. Para orang tua harus lebih jeli dan sadar tentang pengawasan penggunaan gadget dan internet. Sebelum mengarahkan anak-anak untuk lebih berdisiplin, kita sebagai orang dewasa harus lebih dulu membatasi diri. Anak-anak adalah peniru yang baik dan kita sebagai orang dewasa harus mampu menjadi contoh yang baik pula.

Orang tua sedang mendampingi proses belajar anak
(sumber : sini)

Pemerintah juga dapat membantu untuk menyuarakan "Bijak Menggunakan Internet" kepada seluruh masyarakat. Sosialisasikan kepada keluarga dan orang tua untuk dapat secara ketat menggunakan juga mengawasi seluruh penggunaan internet kepada anak-anak. Berikan batasan yang jelas kepada mereka tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan atau cari di internet. Hal-hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi dampak negatif terhadap si anak seperti terjebak dalam situs pornografi, bullying, dan tindakan negatif lainnya yang merugikan perkembangan anak di masa depannya.

Dari cerita dan pengalaman diatas maka dapat dilakukan beberapa langkah untuk keluarga dan orang tua dalam mengontrol penggunaan internet serta gadget kepada anak, yakni:

1. Awasi
Pantau segala aktifitas anak dalam menggunakan internet dan berikan batasan saat bermain gadget.  Hal ini akan membuat anak menjadi lebih disiplin dalam setiap aktifitas yang melibatkan internet. Waktu belajar juga tidak akan terganggu karena sudah ada batasan yang dibuat oleh orang tua.

2. Dekati
Karena orang tua adalah elemen terdekat yang sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak, maka orang tua harus menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Lakukan pendekatan dengan tidak menghakimi anak-anak. Berikan mereka pengertian untuk selalu terbuka atas apapun yang mereka lihat, dengar, dan juga rasakan. Hal ini akan menjalin ikatan yang kuat antara orang tua dan anak. Anak yang selalu ingin tahu tidak akan bersikeras mencari informasi sendiri dari internet. Dan orang tua juga akan lebih memahami ada di dalam fase apakah anak saat ini. Karena penanganan untuk setiap usia anak, mulai dari kecil, remaja, dan dewasa tentu saja memiliki penanganan yang berbeda.

3. Dampingi
Setelah pengawasan dan pendekatan, yang tidak kalah penting dilakukan adalah pendampingan. Kepercayaan memang harus diberikan kepada anak saat mereka belajar, namun alangkah baiknya jika orang tua juga turut mendampingi setiap proses pembelajaran anak-anak. Mulai dari pembelajaran resmi dari sekolah dan juga pembelajaran pribadi yakni mulai dari segi sosial, komunikasi, dan interaksi bersama lingkungan sekitar.

Jika ke 3 (tiga) langkah tersebut dilaksanakan oleh setiap keluarga niscaya hubungan antara anak dan orang tua akan terjalin dengan baik. tidak akan terjadi lagi kerusakan mental sejak dini yang banyak dialami oleh anak-anak, akan berkurangnya kasus pembulian di sekolah karena sejak dari rumah telah menerima pengetahuan tentang toleransi yang tinggi terhadap lingkungan sekitar.

Anak-anak merupakan tongkat estafet keberlanjutan bangsa ini. Maka kita harus memperjuangkan mereka untuk terus memiliki nilai-nilai Pancasila. Keluarga dan pihak sekolah harus bahu-membahu untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan bersahaja.

Kerja sama pihak keluarga dan sekolah
(sumber : sini)





#sahabatkeluarga








Related Posts
AmeliaSepta - LIFESTYLE AND TRAVEL BLOGGER
(masih) wanita, gampang ketawa dan bahagia, punya kemampuan bisa tidur di mana aja apalagi dalam pelukan kamu, mimpinya banyak tapi paling pengen jadi ibu untuk anak-anak kamu. Full timer - Dreamer; Part timer - Worker

Related Posts

9 komentar

  1. mantap nih, lanjut kan mel.👍

    BalasHapus
  2. Beberapa tokoh parenting spt abah ihsan malah sangat strict thd gadget. Anak dbawah usia 12 thn tdk boleh punya gadge. Memang bahaya siy klo utk anak2. Sy sndiri msh suka kalah dg rasa capek dan akhirnya ngasih gadget. Tp skrg udh jarang bgt..hehe..
    Makasih sarannya yaa kakk

    BalasHapus
  3. Peran aktif orang tua emang sangat dibutuhkan..
    Semoga generasi penerus makin bagusss. aamiiiin

    BalasHapus
  4. Setuju sama tulisan ini!
    Internet ga bisa kita hindari memang, menutup mata anak dengan gadget/teknologi/internet bukan pilihan yang paling tepat juga menurutku. Ya itu, tetap menjadi orang tua yang LEBIH ASYIK dri pada gadget, batasi penggunaan gadget sesuai usia anak.

    Bener banget, pemerintah harus memberikan edukasi kpd orang tua yang mungkin belum melek internet. Kasian kadang, taunya anaknya belajar, rupanya lagi nggame di warnet..ckck

    BalasHapus
  5. memang kakak amel ... adalah orang yang sangat kreatif banget

    sampai bisa tayang jadi bintang iklan se batam pula

    disaksikan oleh ribuan masyarakat batam

    salut dengan kakak amel

    BalasHapus
  6. Keren mel !
    Belum punya anak tapi sudah memuat tulisan tentang pendidikan anak.

    Sepakat dengan 3 poin diatas.
    Karena Internet itu seperti lautan luaaaass.
    Anak bisa "kesasar" dan tidak kembali :(

    BalasHapus
  7. Keren Mel tulisannya. Iya di rumah, kami membatasi Chila main tablet hanya boleh main seminggu sekali, itu pun pas hari Minggu kalau nggak pergi-pergi keluar rumah. Itupun sejam dua jam. Jadi Alhamdulillah bisa terkontrol dengan baik.

    BalasHapus
  8. Oalah... ternyata ikutan juga toh lomba yang ini. Betul banget nih, mau bagaimanapun keluarga adalah sekolah pertama dan paling utama bagi anak-anak.

    Kuy mampir juga ke tulisanku untuk lomba ini juga. Hehe..

    BalasHapus